INTERAKSI AWAL ISLAM DI WILAYAH TUBAN
Interaksi awal Islam di wilayah Tuban diperkirakan telah masuk pada abad ke-15. Hal ini berdasarkan fakta bahwa Bupati Tuban ke-6 yang bernama Aryo Dikoro (1421 M) sudah memeluk agama Islam. Bupati setelahnya yakni Aryo Tedjo yang menjabat pada tahun 1460 M beragama Islam.¹ Syekh Abdurrahman atau lebih dikenal dengan nama Aryo Tedjo merupakan putra dari Syekh Jali atau Syekh Jalaluddin atau biasa juga disebut dengan Kiai Makam Dowo atau Syekh Ngalimurtolo. Saat Tuban dipimpin oleh Bupati Aryo Tedjo, Tuban diyakini sudah menjadi daerah Islam. Islam sudah mulai dikenal dan dipeluk oleh sebagian masyarakat Tuban sebelum Sunan Bonang berdakwah di wilayah Tuban. Hal ini diperkuat dengan keterangan pada serat babad Tuban bahwa,
. …Raden Arya Dikara kagungan putra putri kakalih, Raden Ayu Arya Teja, 2. Kyai Ageng Ngraso.
Raden Ayu Arya Teja wau kapundhut garwa dhateng Songabdurrahman putranipun Sojali (Sojalalodin = Kyai Makam Dawa). Sareng Raden Arya Dikara kagungan putra mantu Songabdurrahman Panjenenganipun ingkang bupati lajeng lumebet agami Islam inggih melahi ing wekdal wau ing nagari Tuban kataneman wiji agami Islam.²
Pada permulaan abad ke-16, meskipun Tuban sudah dipimpin oleh pemimpin beragama Islam. Namun Tuban masih tetap menjalin hubungan dengan Majapahit. Menurut Babad Tuban, Wilwatikta merupakan putra dari Aryo Tedjo, seorang ulama keturunan Timur Tengah yang berhasil menyakinkan Aryo Dikoro untuk memeluk Islam.³ Pada tahap permulaan, salah satu saluran Islamisasi yang pernah berkembang di Indonesia adalah saluran perdagangan. Hal tersebut sesuai dengan kesibukan lalu lintas perdagangan, yakni pada abad ke-7 hingga abad ke-16 yang lakukan oleh para pedagang Muslim. Tome Pires menggambarkan bahwa proses Islamisasi di pesisir utara Jawa berawal dari para saudagar Muslim dari Persia, Arab, Gujarat, Bengali, Malaya.
Proses Islamisasi yang terjadi di daerah Tuban dapat digambarkan oleh musafir Portugis Tome Pires bahwa,
Kota Tuban itu tempat kedudukan raja, perdagangan dan pelayaran, tidak seperti Gresik. Keratonnya mewah dan kotanya, meskipun tidak besar sekali, mempunyai pertahanan yang tangguh. Keluarga rajanya, sekalipun agama Islam, sejak pertengahan abad ke-15 M tetap mengadakan hubungan baik dengan Maharaja Majapahit.⁴
Raja Tuban di masa itu dipanggil dengan sebutan Pati Vira. Pati Vira dinilai sebagai raja kurang taat dengan nilai-nilai ajaran Islam. Kata Vira atau wira sering dihubungkan dengan kata Wilwatikta. Dari cerita-cerita Jawa Tengah dan Jawa Timur, Raja Tuban yang memerintah memakai gelar Aryo Wilwatikta.⁵
Raden Arya Teja kagungan putra kakung satunggal asma Raden Arya Wilatikta, punika ingkang jueneng bupati gentosi ingkang rama, lamenipun 40 tahun lajeng seda. Raden Arya Wilatikta puputra Raden Said inggih Kangjeng Susuhunan ing kali Jaga.⁶
Setelah adanya penyebaran agama Islam oleh para wali di pulau Jawa termasuk wilayah Tuban, keyakinan akan animisme dan dinamisme lambat laun ditinggalkan. Penyebaran yang menggunakan pendekatan budaya, pendidikan, politik dan sosial membuat nilai-nilai ajaran Islam dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Hal itu juga yang membuat masyarakat Tuban dapat terbuka dengan ajaran agama Islam.
References
[1] Nurcholis & H. Ahmad Mundzir, Menapak Jejak Sultanul Auliya Sunan Bonang (Tuban: Mulia Abadi, 2013), hlm. 26.
[2] Tan Khoen Swie, Serat Babad Tuban cetakan ke 3 (Kediri: Boekhandel Tan Khoen Swie, 1936), hlm. 11.
[3] Tim Penyusun, Tuban Bumi Wali: The Spirit of Harmony (Tuban: PemKab. Tuban, 2015), hlm. 99–101.
[4] M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm. 189.
[5] HJ. De Graaf dan TH. G. TH. Pigeaud, Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa (Jakarta: Graffin Press, 1989), hlm. 165.
[6] Swie, op. cit. hlm. hlm. 12